Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa/ BUMDes) menjadi salah satu program
prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(Kemendes PDTT) Tahun 2017 di samping 3 program lainnya, yakni One Village One Product (Satu
Desa Satu Produk); Embung Desa; dan Sarana Olahraga. Melalui BUMDes, masyarakat
desa didorong untuk mengelola ekonomi secara otonom.
Berdirinya BUMDes pada setiap desa harus berdasarkan dari hasil musyawarah
desa. Unsur musyawarah desa terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh
pendidikan, tokoh masyarakat, perwakilan kelompok perempuan, perwakilan tani
dan seluruh unsur masyarakat desa lainnya. Pendirian BUMDes seyogyanya sesuai
dengan kebutuhan, kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat.
Salah satu hal penting yang harus menjadi pertimbangan dalam mendirikan
BUMDes, bahwa jenis usaha yang dipilih BUMDes tidak diperbolehkan mengancam
kegiatan ekonomi masyarakat desa. Kehadiran BUMDes harus mampu menampung,
mengkonsolidasi, dan mewadahi kegiatan usaha ekonomi desa.
Desa saat ini memiliki berbagai permasalahan ekonomi seperti rendahnya
penguasaan lahan dan skala usaha yang relatif kecil bahkan cenderung subsisten;
akses pendanaan yang terbatas dan cenderung berpola ‘ijon’; kurang memiliki
akses pasar dan nilai tawar yang rendah; kurang memiliki pengetahuan
mengenai cara produksi yang baik; sarana dan prasarana belum mendukung input
produksi, proses produksi, dan pasca produksi. Hadirnya BUMDes dalam hal ini
menjadi jawaban atas permasalahan-permasalahan tersebut, yang diharapkan mampu
menjadi motor penggerak ekonomi desa.
Di sisi lain, dana desa sebagai salah satu program utama pemerintah yang
menggelontorkan dana langsung ke desa, adalah stimulus agar kemudian desa mampu
berkembang secara mandiri. Salah satu upaya yang dilakukan dalam hal ini adalah
dengan menggeliatkan BUMDes. Sehingga selain untuk pembangunan sarana dan
prasarana desa, sebagian dana desa juga dapat digunakan untuk mendirikan
BUMDes.
Program BUMDes sendiri merupakan amanat dari UU No 6 Tahun 2014 tentang
Desa, seperti disebutkan (Pasal 87) bahwa: (1) Desa dapat mendirikan Badan
Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa; (2) BUM Desa dikelola dengan semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan; dan (3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di
bidang ekonomi dan/ atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selanjutnya terkait pengelolaan BUMDes, diatur dalam
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI Nomor
4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan pembubaran
Badan Usaha Milik Desa.
BUMDes & Koperasi
Dalam 2 tahun terakhir jumlah BUMDes meningkat cukup tajam. Di mana pada
akhir tahun 2014 BUMDes hanya berjumlah 1.022 Unit, dan di tahun 2016 meningkat
drastis hingga 14.686 Unit. Meski demikian, masih banyak masyarakat dan
perangkat desa yang belum memahami perbedaan antara BUMDes dan koperasi.
BUMDes dan koperasi hakikatnya memiliki perbedaan prinsip yang mencolok.
Sebagaimana yang tercantum dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, BUMDes
dipahami sebagai lembaga usaha desa yang menampung kegiatan ekonomi desa dan
dikelola oleh desa. Adapun keuntungan dari BUMDes digunakan sebesar-besarnya
untuk kepentingan desa, misalnya untuk membangun sekolah, jalan, kegiatan
sosial dan lain-lain. Ini tentu berbeda dengan prinsip mendirikan koperasi,
yang keuntungan usahanya diberikan langsung untuk kepentingan anggota koperasi
secara personal.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo menegaskan, bahwa setiap BUMDes
yang mampu hidup mandiri dan maju diwajibkan untuk membuat koperasi. Dengan
demikian, BUMDes diharapkan tidak hanya berkontribusi dalam pembangunan desa,
namun juga bermanfaat langsung bagi masyarakat desa selaku anggota koperasi.
Terkait hal tersebut, Kemendes PDTT dan Kementerian Koperasi dan UKM telah
melakukan kerjasama bahwa pasca BUMDes harus memiliki koperasi. Kerjasama
tersebut tertuang dalam MoU Kemendes PDTT dan Kementerian Koperasi dan UKM Nomor
06/M.DPDTT/KB/IX/2016 dan 12/KB/M.KUKM/IX/2016 tanggal 23 September 2016
tentang Pembangunan Dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal
Dan Transmigrasi Melalui Sinergi Koperasi dan Badan Usaha Milik Desa.
Sinergi BUMDes dan Koperasi dilakukan melalui kerjasama saling
menguntungkan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi desa dan meningkatkan
pendapatan masyarakat Desa. Sebagai contoh, BUMDes yang telah mandiri dapat
mendirikan Koperasi simpan pinjam, koperasi jasa angkutan, koperasi pertanian,
dan unit usaha lainnya.
Holding BUMDes
Untuk mengakomodir seluruh BUMDes yang jumlahnya terus bertambah, maka
pemerintah berinisiasi untuk membentuk satu holding BUMDes. Holding BUMDes inilah
nantinya, yang akan mengontrol seluruh BUMDes di Indonesia baik dari segi
manajemen, sumber daya manusia, produktifitas dan sebagainya. Dengan adanya holding, ribuan jaringan
BUMDes diharapkan mampu menjadi perusahaan besar setara internasional.
Holding BUMDes menjadi penting untuk memastikan bahwa
ribuan BUMDes tidak hanya hadir sebagai papan nama saja. Selanjutnya, holding ini juga
bertugas untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada pengurus BUMDes, agar
BUMDes di desa-desa dapat terkelola dengan baik. Holding BUMDes, akan dikelola
oleh 4 perusahaan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yakni Bank Rakyat
Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan
Bank Mandiri. [kemendesa.go.id]