A.  Pengertian Pendampingan

Dikalangan dunia pengembangan masyarakat istilah “pendampingan” merupakan istilah baru yang muncul sekitar 90-an, sebelum itu istilah yang banyak dipakai adalah “pembinaan”. Ketika istilah pembinaan ini dipakai terkesan ada tingkatan yaitu ada pembinaan dan yang dibina, pembinaan adalah orang atau lembaga yang melakukan pembinan sedangkan yang dibina adalah masyarakat.

Kesan lain yang muncul adalah pembinaan sebagai pihak yang aktif sedang yang dibina pasif atau pembinaan adalah sebagi subjek yang dibina adalah objek. Oleh karena itu istilah pendampingan dimunculkan, langsung mendapat sambutan positif dikalangan praktisi pengembangan masyarakat. Karena kata pendampingan menunjukan kesejajaran (tidak ada yang satu lebih dari yang lain), yang aktif justru yang didampingi sekaligus sebagai subjek utamanya, sedang pendamping lebih bersifat membantu saja. Dengan demikian pendampingan dapat diartikan sebagai satu interaksi yang terus menerus antara pendamping dengan anggota kelompok atau masyarakat hingga terjadinya proses perubahan kreatif yang diprakarsai oleh anggota kelompok atau masyarakat yang sadar diri dan terdidik (=> tidak berarti punya pendidikan formal)



B. Mengapa kelompok masyarakat perlu didampingi ?

Selama ini merupakan hal yang biasa atau sah-sah saja bila suatu instansi pemerinatah, swasta atau lembaga-lembaga swadya masyarakat datang atau masuk di desa yang dikatakan miskin, tertinggal, atau terpencil dan mengatakan bahwa mereka mau membantu atau mendampingi masyarakat untuk membangun desanya. Apakah kita pernah bertanya pada diri kita sendiri, benarkah mereka membutuhkan? apakah mereka pernah minta didampingi? apakah kalau tidak didampingi mereka tidak akan hidup atau tidak berkembang? Tetapi bukankah selama ini masyarakat tidak pernah menolak didampingi?. Mengapa mereka tidak pernah menolak?. dan sejumlah pertanyaan reflektif lain masih dapat dimunculkan. Untuk menjawab pertanyaan diatas bukanlah suatu hal yang sulit bila itu menurut pemikiran dan atas dasar rasionalitas kita, tetapi dapatkah kita menjawab menurut cara berfikir dan hati nurani mereka? Bila mau jujur dan objektif, sebagian besar dari kita bahkan tidak pernah mempertanyakan hal-hal seperti tersebut diatas. Walaupun telah menggunakan istilah pendampingan, tetapi bila datang ke desa atau sekelompok masyarakat di desa, pada umumnya kita telah membawa program/proyek yang keputusannya ada dan tidak ada program/proyek itu tidak dilakukan masyarakat tetapi oleh KITA-KITA para pendamping.

Sekali lagi masyarakat tidak pernah menolak adanya program/proyek itu, walaupun hal itu tidak seperti yang mereka harapkan atau mereka butuhkan. Dari gambar tersebut diatas sebenarnya “keluguan, kejujuran, keterbukaan, sikap menghargai, semangat kerja sama dan sebgainya” dari masyarakat terhadap orang luar, bukanlah menunjukan ketidak tahuan mereka tetapi lebih kepada keingin tahuan mereka terhadap orang luar. Maka bila dalam proses pendampingan, yang rugi adalah pendamping itu sendiri.

Ia tidak tahu banyak hal yang diketahui oleh kelompok atau masyarakat, yang justru tidak akan kita temui di bangku pendidikan atau buku, sebab pengetahuan mereka berangkat dari pengalaman. Kini kembali pada pertanyaan awal, (jadi ) mengapa kelompok masyarakat didampingi ? Dari uraian tersebut diatas kiranya dapat lebih membuka cakrawala kita semua bahwasanya pendampingan kelompok masyarakat hendaknya dilihat sebagai penyatuan sumber daya yang ada di dalam dan yang datang dari luar kelompok masyarakat.

Masyarakat memiliki pengetahuan yang berakarkan pada pengalaman dan dalam proses mikro sedangkan pendamping memiliki pengetahuan yang bersifat intelektual formal dan dalam proses makro.

Dengan demikian bila keduanya berinteraksi secara aktif akan membawa suatu perubahan yang dinamis.

C. Tujuan Pendampingan

Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat sendiri, jelas menunjukan adanya proses inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, tanpa adanya intervensi dari luar.

Dengan demikian tujuan utama dari pendampingan adalah adanya KEMANDIRIAN kelompok masyarakat. Kemandirian disini menyiratkan suatu kemampuan otonom untuk mengambil keputusan bertindak berdasarkan keputusannya itu dan memilih arah tindaknnya sendiri tanpa terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang diinginkan oleh orang lain/pihak lain. Untuk mencapai kemandirian yang demikian dibutuhkan suatu kombinasi dari kemampuan materi, intelektual, organisasi dan manajemen. Dengan demikian sebenarnya 3 elemen pokok dalam kemandirian, yaitu Kemandirian Material, Kemandirian Intelektual, dan Kemandirian Pendampingan.

Kemandirian Material yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar dan mekanisme untuk tetap dapat tetap bertahan pada waktu krisis. Hal ini bisa diperoleh melalui pertama proses mobilisasi sumberdaya pribadi dan atau keluarga dengan mekanisme menabung dan penghapusan sumberdaya non produktif. Penegasan tuntutan atas hak-hak ekonomis, seperti : Surplus yang hilang karena pertukaran yang tidak seimbang.

Kemandirian Intelektual yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh masyarakat yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang muncul. Dengan dasar tersebut masyarakat akan dapat menganalisis hubungan sebab-akibat dari suatu masalah yang muncul.

Kemandirian Pendampingan yaitu kemampuan otonom masyarakat untuk mengembangkan diri mereka sendiri dalam bentuk pengelolaan tindakan kolektif yang membawa pada perubahan kehidupan mereka. (Sebagai catatan : dalam proses pendampingan ada intervensi pendamping dari luar, maka pada tahap kemandirian pendamping kelompok masyarakat berasal dari dalam).

D. Fokus Pendampingan

Bila tujuan pendampingan kelompok masyarakat adalah tewujudnya kemandirian dibidang material, intelektual, organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus pendampingan harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui :

Penyadaran berfikir kritis dan analitis

Yaitu mengajak anggota kelompok terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.

Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif

Yaitu mengajak anggota kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan kewajuban yang dimiliki (= tidak mengatas namakan secara tidak tepat).

Tertib administrasi dan keterbukaan organisasi

Yaitu mengajak anggota kelompok terbiasa bahwa tertib administrasi dan keterbukaan didalam oragnisasi bukan didasari kecurigaan tetapi justru merupakan cermin pertanggungjawaban diantara mereka.

Pengembangan sumber daya produktif

Yaitu mengajak anggota kelompok sadar agar dalam mengembangkan usaha bukan sekali “beruntung”, tetapi usaha yang untung secara berkelanjutan. Hal ini berarti dalam berusaha bukan hanya mengambil/memanfaatkan tetapi juga harus mampu melestarikan dan mengembangkan sumberdaya produktif yang ada.

Kaderisasi

Yaitu mengajak anggota kelompok sadar bahwa dalam suatu proses pendampingan dimana adanya intervensi dari luar yakni pendamping pada saatnya akan berakhir dan harus digantikan oleh pendamping yang datang dari dalam kelompok itu sendiri.

E. Siapakah pendamping kelompok masyarakat ?

Dalam pembahasannya sebelumnya telah diuraikan bahwa dalam proses pendampingan kelompok masyarakat pada awalnya akan terjadi intervensi dari luar yaitu denagn adanya pendamping dari luar.

Tetapi ketika kelompok telah mencapai tahap kemandirian, maka peran pendamping dari luar akan digantikan oleh pendmping dari dalam kelompok itu sendiri. Oleh karena itu siapapun dan dari manapun, seorang pendamping kelompok masyarakat adalah mereka yang :

  • Mempunyai komitmen pada pengembangan kaum marginal
  • Percaya pada kreativitas kaum marginal/miskin
  • Mempromosikan pembebasan kemampuan kreatif kaum miskin
  • Membantu menanggulangi rintangan menuju pada tindakan
  • Obyektif, pandangan bebas dari prasangka atau tidak terikat pada suatu paham pengetahuan tertentu, tetapi lebih mendasarkan pada suatu perspektif sosial tertentu yang ada pada masyarakat.

Para pendamping inilah selanjutnya yang kita sebut sebagai para agen pembaharu.

F. Peran-peran apa yang dilakukan Pendamping ?

Mendasarkan pada pengertian pendamping tersebut diatas sejumlah peran kiranya bisa diambil oleh seorang pendamping kelompok masyarakat, tetapi dalam besarannya dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai konsultan, fasilitator, dan pelatih.

1.   Konsultan

Dalam hal ini pendamping harus mampu menjadikan dirinya tempat bertanya, menampung permasalahan atau kendala-kendala yang dihadapi para fungsionaris kelompok masyarakat dan memberika alternatif pemecahan masalah dengan tetap ada ditangan kelompok masyarakat sendiri.

2.   Fasilitator

Sebagai seorang “fasilitator”, pendamping harus mampu memfasilitasi terjadinya proses dinamis dalam pengembangan masyarakat menuju pada perubahan yang lebih baik. Dalam perannya inilah seorang pendamping sering disebut sebagai process provider. Sebagai process provider seorang pendamping harus mampu memberikan motivasi (motivator) kepada kelompok masyarakat yang putus asa, pasrah, “nrimo”, bahkan pesimis dan apatis supaya menjadi lebih bersemangat dan berpengharapan untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Ada kalanya kelompok masyarakat mengalami stagnasi dan pasif, untuk itu pendamping harus mampu mendinamisasi (dinamisator) supaya proses transformasi dan pemberdayaan terjadi secara berdaya guna sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Pendamping juga harus mampu memfasilitasi kebutuhan kelompok dalam hubungannya dengan pihak luar. Baik dalam hal menemukan akses sumberdaya, pasar, maupun dalam mempromosikan kelompok agar mendapatkan pengakuan dari pihak luar. Dalam hal ini peran melakukan mediasi atau sebagai mediator (bridging) terjadi.

3.   Pelatih

Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta terjadinya perubahan sikap dalam diri para fungsionaris maupun anggota kelompok, maka seorang pendamping juga harus mampu menjadi pelatih bagi kelompok masyarakat.

Ketiga peran tersebut diatas sebenarnya bukan peran yang berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan satu kesatuan, dimana satu dengan yang lain akan saling berkaitan dan mendukung. Sebagai contoh : sebagai seorang pelatih, seorang pendamping memiliki keterbatasan kemampuan dalam hal pelatihan teknis (seperti : cara membuat tahu atau barang kerajinan). Untuk itu pendamping harus tetap mengupayakan pelatih dibidang tersebut dengan jalan mengfungsikan peran yang lain yaitu sebagai fasilitator untuk  menghubungkan atau mencari orang lain yang dapat memberikan pelatihan teknis tersebut. Dengan demikian tidak harus semuanya dia sendiri yang melakukan.

G. Keterampilan –keterampilan apa yang harus dimiliki seorang pendamping ?

Untuk mendukung ketiga peran tersebut diatas, seorang pendamping dituntut memiliki beberapa keterampilan pokok dibawah ini, yaitu ;

1. Berkomunikasi dua arah (horisontal)

Bila kota konsisten dengan pengertian pendampingan seperti telah diuraikan sebelumnya, maka dalam berkomunikasi harus dua arah dan horisontal. Hal ini ditekankan guna menjaga hubungan yang sejajar antara pendamping dengan kelompok, hubungan antar subyek dengan subyek bukan subyek dengan obyek.

2. Beradaptasi (= penyesuaian diri)

Kemampuan beradaptasi ini hendaknya dilihat bukan hanya secara sepihak dalam arti pendamping harus mampu menyesuaikan diri dengan gaya hidup, adat atau kebiasaan masyarakat. Tetapi juga kemampuan untuk mengajak masyarakat menerima hal-hal baru diluar gaya hidup atau kebiasaan mereka selama ini. Kesalahan selama ini pendamping yang selalu bisa beradaptsi tehadap masyarakat, tetapi apalah artinya pendamping yang bisa melakukan penyesuaian diri tetapi gagal membawa kelompok masyarakatnya menyesuaikan terhadap perubahan yang dihadapi.

3. Studi dan Analisis Sosial

Seorang pendamping harus dapat memahami dinamika dan realita sosial yang dihadapi masyarakat. Disisi lain tujuan pendmpingan adalah kemadirian kelompok masyarakat dengan pendekatan dan peningkatan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu maka seorang pendmping dituntut untuk selalu mengasah kemampuannya dalam melihat dan menganalisis kondisi sosial akurat dan tepat seperti kemiskinan, ketergantungan dan keterkaitan proses sosial baik pada tingkat mikro maupun makro.

4. Menangani ketegangan dan konflik

Menangani ketegangan dan konflik disini bukan hanya yang terjadi didalam kelompok masyarakat, tetapi juga menyangkut yang diluar kelompok. Sebab tuga spendamping dengan masyarakat menyangkut dua kepentingan yang berbeda. Mereka yang menolak perubahan atau dirugikan oleh inisiatif mandiri amsyarakat, akan memilih pendamping sebagai target serangan.

Contoh : keterikatan antara masyarakat dengan tengkulak/pengijon. Maka kemandirian masyarakat sebagai dampak dari proses pendampingan akan dilihat sebagai ancaman terhadap pekerjaan mereka. Oleh karena itu pendamping akan dilihat senagai musuh oleh para tengkulak/pengijon tersebut.

5. Belajar secara terus menerus.

Bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bagi pendamping (apalagi yang ada didaerah pedalaman) untuk dapat belajar terus menerus. Dalih keterbatasan dana, transportasi dan sumber belajar akan menjadi alasan yang sah padahal kemampuan seorang pendamping tidak akan cukup bila hanya mendasarkan pada pelatihan awal sebagai persiapan sebagai pendaming. Bila menyadari bahwa kelompok masyarakat pun mengalami perubahan dan perkmbangan, jelas banyak kemapuan pendamping bila tidak dikembangkan tidak akan mampu mengikuti perkembangan kelompoknya. Sumber belajar bagi pendamping hendaknya dilihat bukan hanya sebatas pelatihan dan buku, tetapi interaksi dengan berbagai pihakpun akan dapat dijadikan sumber belajar yang efektif.

6. Menghapuskan diri

Kemampuan menghapuskan diri mnjadi yang paling menantang bagi seorang pendamping buakn karena sulit untuk dilakukan, tetapi lebih karena adanya hambatan psikologis. Seorang pendamping dengan bangganya akan menceritakan bagaimana kelompok masyarakat “menangis” dan merasa kehilangan ketika ia mengakhiri tugasnya sebagi pendamping disana. “Kalau Bapak pergi siapa lagi yang akan mendampingi kami ?” Pendamping akan merasa kecewa atau gagal bila kelomok masyarakat mengatakan : “terima kasih Pak atas bantuannya selama ini, kami sekarang tidak perlu bantuan Bapak lagi, kami sudah bisa membangun kampung sendiri”. Padahal keberhasilan dalam proses pendampingan ialah ketika kelompok masyarakat yang didampingi tealh mandiri dan mempunyai pendamping yang berasal dari mereka sendiri untuk melakukan proses pendmpingan selanjutnya.


Dengan demikian kemampuan seorang pendamping untuk menciptakan kader-kader pendamping yang berasal dari kelompok masyarakat itu sendiri merupakan indiktor utama keberhasilannya sebagai pendmping, jadi bukan sebaliknya. Sebab proses pendampingan bukan untuk menciptakan ketergantungan baru bagi kelompok masyarakat



Diolah dari berbagai sumber***

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama