Sumber : http://www.cifdes.web.id
Adanya Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, telah memberikan kaedaulatan terhadap Desa. Kedaulatan itu didapatkan dengan pemberian kewenangan oleh Negara untuk mengurus dan menentukan dirinya sendiri.


Kewenangan yang besar harus dibarengi dengan pengetahuan yang luas, tanpa pengetahuan yang luas untuk mengelola kewenangan yang besar maka rumus bakunya, Desa akan hancur. Begitu urain Bapak Ahmad Erani Yustika (Direktur di Direktorat Jendral Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa) saat Pelatihan Pratugas Pendamping Lokal Desa di Hotel Singgasana Makassar.

Dijelaskan pula oleh Pak Erani, bahwa kedaulatan desa belum nampak sebab ditindih oleh instrumen kebijakan supradesa. Ada tiga pendekatan utama dalam program pembangunan dan pemberdayaan yang digunakan oleh Kementrian Desa, yang disebut dengan Trimatra.

Matra Pertama, Jamu wiradesa (Jaring komunitas kewirausahaan desa) mendukung warga desa untuk miliki kompetensi dalam pengembangan usaha. Caranya yaitu menghidupkan balai rakyat sebagai tempat belajar masyarakat.

Matra Kedua, percepatan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui penguatan kepemilikan aset produktif oleh komunitas Desa (lumbung ekonomi desa). Lumbung ekonomi desa (bumi desa) mendorong pengelolaan sumberdaya desa, perluasan akses pada sumberdaya (agraria), penguatan tata kelola.

Matra Ketiga, reinternalisasi dan revitalisasi budaya Desa sebagai modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif di desa (lingkar budaya desa).

Bagaimana dengan Pendamping Desa Profesional ?

Pak Erani menjelaskan, Pendamping Desa ada hanya untuk menumbuhkan keberanian desa untuk memperbaiki diri, menurus dirinya sendiri. Pendamping Desa tidak diperbolehkan untuk mendikte, dan pendamping desa bertugas untuk tidak melanggengkan ketergantungan desa pada dunia luar. Intinya pendamping desa bertugas untuk kedaulatan desa.
Lebih baru Lebih lama