Oleh : Titok Hariyanto
(Pimpinan Redaksi Freview Flamma)
Pelaksanaan UUNo.6 tahun 2014 tentang Desa tidak kunjung mendapatkan landasan pijak yang kokoh sehingga desa bisa menempuh ”jalanlurus” menapaki tujuan mulia seperti yang termuat dalam UU Desa.
Seperti kita ketahui bersama, UU Desa sebenarnya membawa misi mulia, yaitu mensejahterakan desa.Namun, sampai sejauh ini berbagai tantangan dan hambatan masih saja ada. Akibatnya desa seperti terseok-seok. Gamang dalam menentukan langkah,menata rutenya secara mandiri, yang oleh desa dirasa tepat dalam rangka mencapai tujuan mulia tersebut.
Dari sisi regulasi, alih-alih memberikan panduan bagi desa menerjemahkan asas rekognisi (pengakuan) dan subsidiaritas, nyatanya justru menenggelamkan desa kepada pola-pola relasi kuasa yang mengkooptasi desa. Hal tersebut jelas terlihat dalam dua peraturan pemerintah yang menjadi regulasi turunan UUDesa, yaitu PPNo.43 Tahun 2014 jo PP No.47 Tahun2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, dan PP No.60 Tahun2014 jo PP No .22 Tahun 2015jo PP No. 8 Tahun 2016 tentang DanaDes ayang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN).Dua PP tersebut menjadi basis legitimasi bagi supradesa untuk terus mengendalikan dan mengontrol desa melalui kebijakan dan aturan yang mereka buat.
Dari sisi kelembagaan, adanya dua kementerian yang “membawahidesa”, yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta Kementerian Dalam Negeri,tak pelak membuat desa menjadi semakin bingung membangun rujukan.Belum lagi, belum berubahnya nalar berpikir yang dikembangkan oleh dua kementerian tersebut yang masih menempatkan desa sebagai obyek pembangunan.
Sedangkan di internal desa, pengelolaan dana desa yang masih belum sepenuhnya menggunakan prinsip akuntabilitas dan inklusisosial, seringkali membuatprogram-program pembangunan yang dibuat pemerintah desa belum senafas dengan kehendak dana aspirasi wargadesa.Demikian pula soal aset desa. Aset-aset yang ada di desa yang idealnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat desa untuk memakmurkan mereka masih banyak yang dikelola oleh orang luar desa atau pemerintah supra desa.Dalam situasi demikian,desa akhirnya hanya menjadi penonton atas eksploitasi sumber daya lokal dan bahkanmenerima dampak dari kerusakan lingkungan.
Padahal, jika merujuk pada capaian-capaian proyek yang dilakukan IRE terlihat sekali jika desa diberdayakan dan diorganisir melaksanakan UU Desa sesuai dengan rutenya, desa mampu berinovasi merumuskan dan melaksanakan program-program pembangunan yang sejalan dengan aspirasi masyarakat desa. Keterlibatan warga margina ldalam proses perencanaan dan penganggaran di desa, misalnya, pada akhirny amelahirkan program pembangunan seperti: beasiswa untuk wargamiskin, pengadaan mobil ambulance untuk pelayanan kesehatan, pemberdayaan ekonomi bagi warga disabilitas, dll.
Selengkapnya .........
Sumber : http://www.ireyogya.org/flamma-50-kompleksitas-masalah-implementasi-uu-desa/
Posting Komentar